Senin, 09 November 2009

Motivasi, drive reinforcement dan teori harapan

Nama kelompok :
• Putri Sri Dewi (10507313)
• Evita Dewi A (10507079)
• Uli M.Z (10507317)
• Restyka (10507200)

Pengertian Motivasi

Perkataan motivasi adalah berasal daripada perkataan Bahasa Inggeris “MOTIVATION“. Perkataan asalnya ialah “MOTIVE” yang juga telah dipinjam oleh Bahasa Melayu / Bahasa Malaysia kepada motif, yakni bermaksud tujuan. Di dalam surat khabar, kerap pemberita menulis ayat “motif pembunuhan”. Perkataan motif di sini boleh kita fahami sebagai sebab atau tujuan yang mendorong sesuatu pembunuhan itu dilakukan.
Pengertian motivasi menurut Para ahli
• Motivasi adalah dorongan psikologis yang mengarahkan seseorang ke arah suatu tujuan. Motivasi membuat keadaan dalam diri individu muncul, terarah, dan mempertahankan perilaku,
• Motivasi adalah daya pendorong dari keinginan kita agar terwujud. Motivasi adalah sebuah energi pendorong yang berasal dari dalam kita sendiri.
• Motivasi adalah daya pendorong dari keinginan kita agar terwujud. Energi pendorong dari dalam agar apapun yang kita inginkan dapat terwujud. Motivasi erat sekali hubungannya dengan keinginan dan ambisi, bila salah satunya tidak ada, motivasi pun tidak akan timbul.
• menurut Kartini Kartono motivasi menjadi dorongan (driving force) terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu.
• Menurut Wexley & Yukl (dalam As’ad, 1987) motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif, dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif.
• Sedangkan menurut Mitchell (dalam Winardi, 2002) motivasi mewakili proses- proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu.
Oleh itu kita dapat definisikan bahwa:
Motivasi adalah sesuatu yang menggerak dan mengarahkan terhadap tujuan seseorang dalam tindakan-tindakannya sama ada secara negatif atau positif. Motivasi adalah merupakan sejumlah proses- proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu, baik yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi.
Motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mengenai pengertian dan hakikat motivasi, serta kemampuan teknik menciptakan situasi sehingga menimbulkan motivasi/dorongan bagi mereka untuk berbuat atau berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh individu lain/ organisasi.

Teori Drive – Reinforcement
Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Contohnya., Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive (teorinya akan diterangkan secara lebih detail dalam bab kepribadian). Secara umum , teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari:
1. Suatu keadaan yang mendorong
2. Perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong
3. Pencapaian tujuan yang memadai
4. Pengurangan dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai
Setelah keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul lagi untuk mendorong perilaku ke arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan seringkali disebut lingkaran korelasi.
Teori-teori Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau binatang bertindak. Be berapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang, khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam morgan, dkk. 1986). Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.
2. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori ini mempunyai dua aturan pokok : aturan pokok yang berhubungan dengan perolehan jawaban –jawaban yang benar dan aturan pokok lain yang berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah. Pengukuran dapat terjadi positif (pemberian ganjaran untuk satu jawaban yang didinginkan ) atau negatif ( menghilangkan satu rangsang aversif jika jawaban yang didinginkan telah diberikan ), tetapi organisme harus membuat antara akasi atau tindakannya dengan sebab akibat.
Siegel dan Lane (1982), mengutip Jablonke dan De Vries tentang bagaimana manajemen dapat meningkatakan motivasi tenaga kerja., yaitu dengan:
1. Menentukan apa jawaban yang diinginkan
2. Mengkomunikasikan dengan jelas perilaku ini kepada tenaga kerja.
3. Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima. Tenaga kerja jika jawaban yang benar terjadi
4. Memberikan ganjaran hanya jika jika jawaban yang benar dilaksanakan.
5. Memberikan ganjaran kepada jawaban yang diinginkan, yang terdekat dengan kejadiannya.
individu lainnya akan menggerakkan orang untuk bekerja lebih baik. Ada 3 kategori kebutuhan menurut David McClelland, yakni :
• Kebutuhan akan berprestasi (Needs for Achievement→nAch)
Kecenderungan termotivasi dengan situasi yang penuh tantangan dan persaingan.
• Kebutuhan akan berafiliasi (Needss for Affiliation→nAff)
Keinginan untuk bersahabat, lebih mementingkan aspek-aspek antarpribadi dalam interaksi, lebih senang bekerja sama, senang bergaul, dan berusaha mendapatkan legitimasi dari orang lain.
• Kebutuhan akan kekuasaan (Needss for Power→nPow)
Mencoba menguasai orang lain dengan cara mengatur perilakunya dan membuat orang lain terkesan kepada dirinya.
Process Theory
Teori ini melakukan pencermatan kepada suatu upaya bagaimana perilaku seorang orang dibangkitkan, diarahkan dan dipertahankan. Teori ini menekankan pada pertanyaan “mengapa” seorang termotivasi. Termasuk ketegori teori motivasi proses antara lain :
1. Teori harapan→Expectancy Theory
Diciptakan oleh V.H. Vroom. Bila seorang memiliki kepercayaan bahwa di masa yang akan datang akan memiliki peluang/harapan maka akan menjadi energi yang menggerakkan semangat. Teori ini didasarkan atas :
• Harapan (expectancy)
Yaitu peluang subyektif seorang orang yang usahanya akan dapat diwujudkan dan percaya bahwa usaha yang dilakukan akan berpengaruh terhadap perilaku kerjanya, misalnya dalam bentuk kontrak prestasi, dapat gaji, penghasilannya semakin naik. Derajad kepercayaan secara kuantittif dinyatakan antara “0” hingga “1”
• Valensi (valence)
Berkaitan dengan daya tarik (attactiveness), adalah hasil yang diantisipasi seorang orang. Jika seorang merasa tertarik terhadap pekerjaan tertentu maka akan dikuantifikasikan dengan nilai “+1” sebaliknya jika tidak tertarik akan diberikan nilai”-1”.
• Pertautan (instrumentality)
Yaitu kepercyaan seorang orang bahwa tingkat kinerja tertentu akan memberikan hasil yang tertentu pula. Mempunyai nilai antara “0” hingga “-1”.
2. Teori Keadilan→Equity Theory
Keadilan merupakan daya penggerak yang mampu memotivasi semangat kerja. Jika seorang orang menerima perlakuan tidak adil (inequity) maka akan membawa akibat :
a. Timbulnya tekanan dalam individu (strees)
b.Jumlah tekanan akan sama dengan besarnya (magnitude) dari equity.
c. Tekanan akan mengurangi motivasi.
Strategi yang dikembangkan untuk mengurangi inequity diantaranya adalah :
a. Mengubah input misalnya mengurangi usaha yang dilakukan
b. Mengubah out put misalnya meminta kenaikan upah
c. Menarik diri atau meninggalkan
3. Teori Penguatan→Reinforcement Theory
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi. Teori ini terdiri dari dua jenis, yakni :
a. Penguatan positif (Positve Reinforcement) yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengaruh positif diterapkan secara bersyarat.
b. Penguatan negatif (Negative Reinforcement) yaitu bertambahnya frekuensi perilaku jika penguatan negatif dihilangkan.

Teori Harapan

Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
teori harapan adalah keputusan untuk mencurahkan usaha. Nadler dan Lawler (1976) atas teori harapan menyarankan beberapa cara tertentu yang memungkinkan manejer dan organisasi menangani urusan mereka untuk memperoleh motivasi maksimal dari pegawai Pastikan jenis hasil atau ganjaran yang mempunyai nilai bagi pegawai
1. Definisikan secara cermat, dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dan diukur, apa yangdinginkan dari pegawai
2. Pastikan bahwa hasil tersebut dapat dicapai oleh pegawai
3. Kaitkan hasil yang dinginkan dengan tingkat kinerja yang di inginkan
4. Pastikan bahwa ganjaran cukup besar untuk memotivasi perilaku yang penting
5. Orang bekinerja tinggi harus menerima lebih banyak ganjaran yang diinginkan daripada orang yang berkinerja rendah

SUMBER :
http://www.indogamers.com/f261/teori_teori_motivasi-200334/
http://sutisna.com/pendidikan/strategi-belajar-mengajar/pengertian-motivasi/

Teori-teori Kepemimpinan

Teori-teori Kepemimpinan

Teori-teori kepemimpinan yang mendominasi pembahasan kepemimpinan sebelum tahun 1900, menjadi pendahulu munculnya teori-teori kepemimpinan yang menekankan sifat-sifat pemimpin. Untuk melengkapi pandangan tersebut , para ahli teori mulai memberikan perhatian yang lebih besar pada faktor-faktor situasional dan lingkungan. Selanjutnya , dikembangkan pula teori-teori integrasi antara manusia dan situasi, psikoanalisis, pencapaian peran, perubahan, tujuan dan berbagai kebetulan yang menyebabkan orang bisa menjadi pemimpin.
Adapun teori-teori kepemimpinan yaitu :
Y Teori kepemimpinan V-Room&Yeton Modern
Y Teori kepemimpinan Contingensi of Leadhership (Fiedler)
Y Teori kepemimpinan Path-goal

Teori Kepemimpinan Vroom & Yetton
Teori kepemimpinan Vroom&Yetton disebut juga Teori Normatif (Normative Theory), karena mengarah kepada pemberian suatu rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Yaitu berfokus pada tingkat partisipasi yang diperbolehkan oleh pemimpin dalam pengambilan keputusan dan seleksi pendekatan yang akan memaksimalkan manfaat yang akan didapat kelompok dan pada waktu yang bersamaan, meminimalisasi gangguan pencapaian tujuan kelompok. .
Teori ini juga memberikan serangkaian aturan untuk menentukan bentuk dan banyaknya pengambilan keputusan partisipatif dalam situasi yang berbeda – beda.( Robbins, Stephen P, 2003.)
Model yang menjelaskan bagaimana seorang pemimpin harus memimpin dalam berbagai situasi. Model ini menunjukkan bahwa tidak ada corak kepemimpinan tunggal yang dapat diterapkan pada semua situasi. (Gibson, Ivancevich, & Donelly, 1996.)
Teori Kepemimpinan Vroom&Yetton ini merupakan salah satu teori contingency. Menurut teori ini, gaya kepemimpinan yang tepat ditentukan oleh corak persoalan yang dihadapi oleh macam keputusan yang harus diambil. Model teori ini dapat digunakan untuk :
- membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan persoalan secara berkelompok ( group problem solving situation)
- menyarankan gaya – gaya kepemimpinan mana yang dianggap layak untuk setiap situasi. Ada tiga perangkat parameter yang penting yaitu klasifikasi gaya kepemimpinan, kriteria efektivitas keputusan, kriteria penemukenalan jenis situasi pemecahan persoalan.
Vroom& Yetton, menyajikan lima gaya pengambilan keputusan, yaitu :
Y A-I
Ciri – ciri :
Anda memecahkan persoalan atau mengambil keputusan sendiri dengan menggunakan informasi yang pada waktu itu ada pada anda.
Y A-II
Ciri – ciri :
Anda memperoleh informasi yang diperlukan dari bawahan, lalu memutuskan pemecahannya sendiri. Anda dapat atau tidak mengatakan kepada bawahan apa persoalannya sewaktu memperoleh informasi dari mereka. Peran yang dimainkan bawahan anda dalam pengambilan keputusan adalah memberikan informasi yang diperlukan, dan bukan mengajukan atau menilai alternative – alternative pemecahan.
Y C – I
Ciri – ciri :
Anda memberitahukan persoalan kepada beberapa bawahan yang relevan secara pribad, memperoleh gagasan dan saran mereka tanpa mengumpulkan mereka dalam satu kelompok. Kemudian Anda mengambil keputusan yang mungkin atau tidak mencerminkan pengaruh dari bawahan anda.
Y C – II
Ciri – ciri :
Anda memberitahukan persoalan kepada bawahan sebagai satu kelompok , memperoleh gagasan dan saran mereka secara kolektif. Kemudian anda mengambil keputusan yang mungkin atau tidak mencerminkan pengaruh dari bawahan anda.
Y G – II
Ciri – ciri :
Anda memberitahukan persoalan kepada bawahan sebagai satu kelompok. Bersama-sama meraka anda menghasilkan dan menilai berbagai alternative pemecahan dan berusaha untuk mencapai suatu kesetujuan atau consensus mengenai satu pemecahan. Peran anda mirip seorang ketua. Anda tidak mencoba untuk mempengarhi kelompok untuk menerima pemecahan Anda, dan anda bersedia untuk menerima dan melaksanakan setiap pemecahan yang didukung oleh seluruh anggota kelompok.
Kriteria efektivitas keputusan dalam teori ini mencakup mutu dari keputusan, penerimaan keputusan oleh bawahan atau kesediaan mereka untuk melaksanakan keputusan, dan jumlah waktu yang diperlukan untuk sampai pada pemecahannya. Berikut ini adalah aturan yang mempengaruhi kelayakan dari gaya kepemimpinan :
a) Aturan Informasi – Pemimpin
Jika mutu dari keputusan penting dan pemimpin tidak memiliki informasi atau kecakapan untuk memecahkan persoalan sendiri, maka gaya kepemimpinan A-I tidak sesuai.
b) Aturan Kesesuaian
Jika mutu dari keputusan penting, jika para bawahan tidak mau berusaha untuk mencapai tujuan organisasi sewaktu mereka mencoba memecahkan persoalan, maka G-II tidak merupakan gaya kepemimpinan yang layak.
c) Aturan Persoalan – Tidak Berstruktur
Jika mutu dari keputusan penting dan persoalan tidak berstruktur , sedangkan pada saat yang sama pemimpin tidak memiliki kecakapan atau informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan sendiri, maka metode untuk memecahkan persoalan harus memberikan peluang kepada bawahan yang memiliki informasi yang diperlukan untuk saling berinteraksi. Dalam situasi ini gaya kepemimpinan A-I, A-II dan C-I tidaklah cocok.
d) Aturan Penerimaan
Jika penerimaan dari satu pemecahan oleh para bawahan adalah penting dan terdapat suatu ketidakpastian tentang akan diterimanya suatu keputusan otokratik, maka gaya kepemimpinan A-I dan A-II tidak layak untuk digunakan.
e) Aturan Konflik
Jika penerimaan dari suatu pemecahan oleh kelompok adalah pening dan jika suatu keputusan otokratik tidak akan diterima, dan jika ada kemungkinan ketidaksetujuan anatara bawahan yang berusaha memecahkan persoalan, maka gaya kepemimpinan harus memberikan kesempatan kepada pihak – pihak yang tidak setuu untuk mengatasi perbedaan mereka, dan memberikan kepada mereka pengetahuan selengkapnya dari persoalan. Dibawah kondisi ini gaya kepemimpinan A-I, A-II dan C-I tidak layak digunakan.
f) Aturan Kewajaran
Jika penerimaan oleh kelompok penting tetapi mutu dari keputusan tdak penting, maka gaya kepemimpinan harus memberikan peluan kepada bawahan untuk berinteraksi dan berunding tentang apa pemecahan yang wajar. Jika di bawah kondis ini tidak dapat dipastikan bahwa suatu keputusan otokratik akan diterima, maka gaya kepemimpian A-I, A-II, C-I, dan C-II tdak sesuai.
g) Aturan Prioritas – Penerimaan
Jika penerimaan dari pemecahan penting, tidak dapat dipastikan sebagai hasil dari suatu keputusan otokratik, dan jika bawahan berkemauan untuk mengarah ke tujuan organisasi dalam mencarai suatu pemechan, maka gaya kepemimpinan yang diinginkan adalah yang memberikan kesamaan hak kepada anggota tanpa merugikan mutu pemecahan, karena ini akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari keputusan. Dengan demikian gaya kepemimpinan A-I, A-II, C-I, dan C-II tidak akan sesuai.

Teori kepemimpinan Contingensi of Leadhership (Fiedler)
Model teori ini dikembangkan oleh Fiedler. Model ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif tergantung pada situasi yang dihadapi dan perubahan gaya bukan merupakan suatu hal yang sulit. Model ini serupa sekali dengan gaya kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard. Konsepsi kepemimpinan situasional ini melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan (maturity) pengikutnya. Perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai kelompok, pengikut dapat menentukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin. Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan.
Model ini menyatakan bahwa keefektifan suatu kelompok bergantung pada :
• hubungan dan interaksi pemimpin dengan bawahannya
• sejauh mana pemimpin mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi.
Dalam hal yang pertama yaitu hubungan dan interaksi pemimpin dengan bawahanya dapat dinilai dengan kuesioner LPC ( Least Prefered Coworker ). Skor pada Lpc ini dapat digunakan untuk mengidenfikasikan Gaya Kepemimpinan (jarak psikologis antara pemimpin dengan bawahan, apakah pemimpin berorientasi pada tugas / hubungan).
- Jika skor LPC Tinggi, maka pemimpin berorientasi pada hubungan ( relationship oriented )
- Jika skor LPC Rendah, maka pemmpin berorientasi pada tugas ( task oriented )
Sedangkan untuk hal yang kedua yaitu sejauh mana pemimpin mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi , ditentukan oleh tiga variabel situasi :
1. Hubungan Pemimpin – Anggota ( Leader – Member Relations )
2. Struktur Tugas ( Task Structure )
3. Kekuasaan Kedudukan ( Position Power )
Dari skor LPC dan situasi dapat disimpulkan bahwa :
- Pemimpin dengan skor LPC Rendah ( Pemimpin yang berorientasi pada tugas ) dapat berhasil dalam situasi kelompok yang menguntungkan maupun yang tidak menguntungkan
- Pemimpin dengan skor LPC Tinggi ( Pemimpin yang berorientasi pada hubungan ) dapat berhasil dalam situasi kelompok yang moderat derajat keuntungannya
LPC Contingency Model dari Fiedler berhubungan dengan pengaruh yang melunakkan dari tiga variabel situasional pada hubungan antara suatu ciri pemimpin (LPC) dan kinerja pengikut. Menurut model ini, para pemimpin yang berskor LPC tinggi adalah lebih efektif untuk situasi-situasi yang secara moderat menguntungkan, sedangkan para pemimpin dengan skor LPC rendah akan lebih menguntungkan baik pada situasi yang menguntungkan maupun tidak menguntungkan. Leader Member Exchange Theory menjelaskan bagaimana para pemimpin mengembangkan hubungan pertukaran dalam situasi yang berbeda dengan berbagai pengikut. Hersey and Blanchard Situasional Theory lebih memusatkan perhatiannya pada para pengikut. Teori ini menekankan pada perilaku pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya dan hubungan pemimpin pengikut.
Leader Participation Model menggambarkan bagaimana perilaku pemimpin dalam proses pengambilan keputusan dikaitkan dengan variabel situasi. Model ini menganalisis berbagai jenis situasi yang mungkin dihadapi seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Penekanannya pada perilaku kepemimpinan seseorang yang bersifat fleksibel sesuai dengan keadaan yang dihadapinya.
Fiedler memperkenalkan tiga variabel yaitu:
- Task structure : keadaan tugas yang dihadapi apakah structured task atau unstructured task
- Leader-member relationship : hubungan antara pimpinan dengan bawahan, apakah kuat (saling percaya, saling menghargai) atau lemah.
- Position power : ukuran aktual seorang pemimpin, ada beberapa power yaitu:
• legitimate power : adanya kekuatan legal pemimpin
• reward power : kekuatan yang berasal imbalan yang diberikan pimpinan
• coercive power : kekuatan pemimpin dalam memberikan ancaman
• expert power : kekuatan yang muncul karena keahlian pemimpinnya
• referent power : kekuatan yang muncul karena bawahan menyukai pemimpinnya
• information power : pemimpin mempunyai informasi yang lebih dari bawahannya.
Dari hasil penelitian, Fiedler menyimpulkan bahwa pendekatan yang berorientasikan tugas lebih efektif bila kondisi kelompok sangat menguntungkan (pemimpin baik/hubungan kelompok baik, posisi pemimpin kuat, dan struktur buruk/relasi kelompok buruk , posisi pemimpin lemah dan tugas yang tidak jelas). Kepemimpinan yang berorientasi kelompok lebih disukai/baik bila kondisi relatif stabil, yang dengan demikian perhatian dapat dicurahkan pada preservasi relasi kelompok, upaya pencegahan konflik, dan pekerjaan yang tidak efisien yang kemudian dapat membuat keadaan kelompok menjadi tidak harmonis.

PATH-GOAL THEORY
Robert House mengemukakan Path- Goal Theory yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi. Teori ini menjelaskan bahwa efektivitas seorang pemimpin didasarkan atas kemampuannya di dalam menimbulkan kepuasan dan motivasi para anggota kelompok, dengan menggunakan rancangan insentif untuk penghargaan dan hukuman bagi mereka yang berhasil atau gagal dalam mencapai tujuan kelompok. Untuk mencapai tujuan tersebut seorang pemimpin diwajibkan untuk menggunakan perilaku kepemimpinan yang berbeda sesuai dengan tuntutan situasi. Perilaku pemimpin akan diterima oleh anggota kelompok sejauh mereka menganggap itu sebagai sumber kepuasan langsng atau kepuasan pada masa yang akan datang.
Robert House memulai teorinya dengan formulasi awal sebagai berikut :
Fungsi motivasi pemimpin terdiri dari peningkatan imbalan pribadi kepada bawahan atas pencapaian tugasnya, membuat jalan yang lebih mudah untuk mendapatkan imbalan tersebut, dengan memberi penjelasan, mengurangi hambatan, dan meningkatkan peluang untuk mendapatkan kepuasan pribadi.
Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan model-model sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002). Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.
Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
1. Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
2. Fungsi Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003)
Kepemimpinan pengarah (directive leadership)
Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.
Kepemimpinan pendukung (supportive leadership)
Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
Kepemimpinan partisipatif (participative leadership)
Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.
Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership)
Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).
• Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
1) Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
2) Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
3) Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
• Karakteristik Lingkungan
Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
1) Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
2) Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
1) Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2) Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
3) Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.

Sumber :
• http://putrititania.ngeblogs.com/2009/10/26/kepemimpinan/

Rabu, 07 Oktober 2009

Teori kekuasaan dan wewenang dalam kehidupan sehari-hari

Teori kekuasaan dan wewenang dalam kehidupan sehari-hari

KARAKTERISTIK DAN PERILAKU MANUSIA
Karakteristik dan Hakikat Manusia
Unsur manusia adalah unsur yang paling vital di dalam organisasi. Ia dapat menggagalkan dan mendukung keberhasilan usaha pencapaian tujuan organisasi. Hal ini disebabkan oleh sifat yang unik dalam diri manusia.
Manusia memiliki perbedaan masing-masing, yang disebabkan oleh adanya perbedaan kemampuan, latar belakang, aspirasi, dll. Motivasi kerjanya juga sangat bergantung pada perbedaan-perbedaan yang khas tersebut. Oleh sebab itu, kita perlu memandang manusia secara menyeluruh, utuh, dan dalam integritas pribadi.
Sikap dan Perilaku
Sedikitnya ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami perilaku manusia, yaitu pendekatan kognitif, pendekatan kepuasan, dan pendekatan psikoanalisis.
Pendekatan kognitif memanfaatkan munculnya perilaku sebagai jawaban (respons) dari adanya rangsangan (stimulus) yang diterima orang-orang. Pendekatan kepuasan menunjukkan bahwa seseorang akan merasa puas apabila kebutuhannya dapat terpenuhi, dan pekerjaan yang diterimanya menarik dan menantang kemampuannya.
Dari pendekatan psikoanalisis, diketahui ada tiga unsur yang dapat menyebabkan perilaku seseorang, yaitu id, ego dan super ego yang masing-masing dapat saling bertentangan. Id merupakan unsur yang menyebabkan munculnya perilaku tanpa mempedulikan unsur yang lain. Akan tetapi dua unsur yang lain juga dapat saling mendukung atau saling menolak terhadap keinginan id. Interaksi ketiga unsur tersebut mengakibatkan munculnya perilaku tertentu.
Teori Kepribadian
Sebenarnya, masalah perilaku manusia sangat sulit diramalkan kemunculannya. Sangat bergantung kepada kepribadian yang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan dan faktor keturunan, yang tentu saja akan berbeda bagi masing-masing individu. Cara ia merespons terhadap rangsangan lingkungan sangat berbeda, sehingga kita sulit meramalkan perilaku, kecuali kita dapat memahami lingkungannya.
Di sisi lain, ada pendekatan ciri yang dapat menunjukkan kecenderungan konsistensi perilaku seseorang, sebab ciri dianggap bagian yang membentuk kepribadian dan penunjuk perilaku. Namun pendapat ini banyak dikritik, sebab ciri tidak dapat dibuktikan secara kausal terhadap perilaku. Ciri juga tidak dapat memberikan pengertian tentang perkembangan dan dinamika kepribadian. Ciri juga tidak memberikan perhatian dengan situasi pekerjaan.
Sigmund Freud mengatakan bahwa kehidupan ketika manusia tumbuh dari kecil mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku setelah ia dewasa, khususnya faktor-faktor ketidaksadaran.

Peran dan Perilaku
Dalam kehidupannya, tanpa disadari, sebenarnya masing-masing orang telah membawakan perannya, baik tunggal maupun ganda, baik dalam kehidupan sehari-hari di rumah maupun di dalam organisasi.
Fungsi peran di dalam organisasi sangatlah penting, agar tidak terjadi konflik dan kerancuan peran antara satu anggota dan anggota lainnya. Fungsi tersebut diperjelas dengan adanya uraian tugas (job description), yang menunjukkan posisi seseorang dalam organisasi, termasuk batas-batas wewenangnya, kekuasaan, hak, kewajiban, dll.
Persepsi terhadap fungsi peran tersebut dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam organisasi dan kinerja individu serta kelompok atau organisasinya.


PENGERTIAN BUDAYA, BUDAYA ORGANISASI DAN KINERJA, TEORI DAN PROSES ORGANISASI

Pengertian Budaya dan Pembentukan Perilaku
Budaya dan Perilaku Organisasi saling terkait satu sama lain, dalam arti budaya mempengaruhi sikap dan perilaku anggota masyarakat dari mana budaya mereka berasal. Sikap dan perilaku anggota yang berasal dari budaya masyarakat tersebut terbawa ke dalam organisasi yang ia masuki. Sikap dan perilaku anggota yang khas tersebut merupakan karakteristik individu, akan mempengaruhi karakteristik organisasi sehingga akan mempengaruhi pula perilaku organisasi. Cara organisasi mencapai tujuannya bergantung kepada cara individu mencapai tujuannya, yang dipengaruhi oleh budaya dari mana individu berasal. Budaya organisasi, dengan demikian, juga akan dipengaruhi oleh budaya masyarakat asal anggota.

Budaya Organisasi dan Kinerja
Budaya organisasi, secara operasional, akan mempengaruhi kinerja organisasi bersangkutan. Dalam budaya organisasi kuat, maka tujuan organisasi dapat dicapai secara baik. Sedangkan dalam budaya organisasi yang lemah, tujuan organisasi kurang dapat dicapai dengan baik. Kuat dan lemahnya budaya organisasi dapat dilihat dari beberapa kriteria, antara lain adanya arah yang selaras antara nilai-nilai inti dan tujuan organisasi, tingkat penghayatan nilai budaya organisasi oleh para anggotanya, dan ketaatan kepada nilai budaya oleh para anggotanya. Selain itu, budaya organisasi yang kuat dapat dilihat dari cici-ciri yang disampaikan oleh Tom Peters dan Robert Waterman, dengan kata kunci "organisasi yang kuat dan unggul", serta memiliki visi dan misi yang jelas.

Teori dan Proses Organisasi
Dalam teori organisasi dapat dipahami bagaimana organisasi dapat berproses, para anggotanya saling berinteraksi, dan tetap hidup dan berkembang. Proses organisasi tidak lepas dari peranan dan perilaku setiap anggotanya dalam berinteraksi. Dalam proses tersebut ada kemungkinan terjadinya kemenduaan peranan dan konflik, yang mau tidak mau akan melibatkan kelompok untuk dapat menyelesaikan konflik tersebut. Demikian juga, kita dapat memahami perilaku organisasi dari sudut pandang mikro dan makro, serta organisasi sebagai sistem dan sistem sosial.
Suatu organisasi, dalam era global, mau tidak mau, harus beradaptasi dengan era global tersebut yang tentunya penuh dengan perubahan yang cepat dan persaingan yang semakin tajam. Beberapa strategi yang harus dimainkan oleh organisasi agar tetap survive dan berkembang, bergantung kepada beberapa hal, antara lain perubahan yang harus dilakukan dalam lingkup internal dan eksternal, disain organisasi yang adaptif dan luwes menghadapi perubahan, termasuk bagaimana organisasi dapat beroperasi secara efektif dan efisien. Bagaimana cara memotivasi orang-orangnya, peningkatan mutu dan jumlah produk perlu diperhatikan, selain kecepatan pelayanan kepada para pelanggan. Perlu memperhatikan juga perkembangan teknologi komunikasi, karena berkaitan dengan ketersediaan, keakuratan, dan kecepatan memperoleh informasi. Selain itu, kita juga sangat perlu memperhatikan sikap dan perilaku anggota organisasi dan keterkaitannya dengan kinerja. Kepuasan para anggota organisasi akan mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan.


GAYA KEPEMIMPINAN

Perbedaan Manajer dan Pimpinan
Di dalam organisasi, manajer bertugas mengelola organisasi dengan cara menggunakan kemampuan menjalankan fungsi-fungsi manajemen (perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian/pengawasan) serta memanfaatkan unsur-unsur manajemen (manusia, material, uang, mesin, metode dan pasar), secara efisien dan efektif. Tugas ini dilandasi oleh aspek legalitas, artinya ada surat keputusan yang mengesahkan kewenangannya.
Manajer dapat menjadi pemimpin apabila ia mampu menggerakkan bawahan di dalam organisasi tanpa menggunakan aspek legalitas yang ia miliki. Namun, pemimpin itu sendiri, adalah orang yang mempunyai kemampuan menggerakkan orang lain tanpa dilandasi oleh aspek legalitas, tetapi oleh aspek pengakuan dan kesetujuan.

Gaya Kepemimpinan
Salah satu faktor penentu keberhasilan mempengaruhi orang lain, adalah gaya kepemimpinan, dan kunci efektivitas gaya ini, adalah "mengharmonisasikan" kepentingan karyawan dan organisasi.
Namun, permasalahan yang berpengaruh terhadap efektivitas gaya kepemimpinan, adalah bagaimana memahami unsur manusia yang diyakini sangat kompleks dan bagaimana mencapai tujuan organisasi melalui penyelesaian tugas-tugas. Kedua masalah tersebut dapat mempengaruhi cara manajer menerapkan pelbagai konsep gaya kepemimpinan.

Kepemimpinan Situasional/Kontigensi
Gaya kepemimpinan akan efektif, apabila melakukan orientasi tugas dan orientasi hubungan. Reddin menambahkan lagi dengan satu orientasi, yaitu keefektifan, dengan mengacu kepada asumsi teori 'X' dan 'Y' yang disampaikan oleh Douglas McGregor. Dari model Reddin ini,kemudian dikenal ada empat gaya yang efektif dan empat gaya yang tidak efektif.
Hersey dan Blanchard memberikan model dan gaya kepemimpinan situasional yang efektif yang didasarkan pada tingkat kematangan bawahan, yaitu dari M1 (belum dewasa) sampai dengan M4 (dewasa).
Bagi orang-orang Indonesia, dikenal gaya kepemimpinan yang disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantoro, yang dikenal dengan konsep ing-ing-tut. Gaya kepemimpinan perlu disesuaikan dengan tingkat kematangan bawahan, mulai dari memberikan keteladanan sampai dengan mendorong bawahan agar maju dan atasan hanya memberi nasihat serta memberikan fasilitas bagi kepentingan organisasi.


KEKUASAAN DAN WEWENANG

Pengertian dan Konsep Kekuasaan
Ada beberapa kerancuan dalam mendefinisikan kekuasaan, terutama sering dikacaukan dengan kepemimpinan dan wewenang.
Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa pendapat pakar yang perlu kita simak dan pahami. Yang penting di sini adalah definisi yang disampaikan oleh Rogers, yaitu yang berkaitan dengan usaha mempengaruhi perilaku orang lain saat kita menggunakan kekuasaan. Perilaku tersebut adalah perilaku yang kita inginkan.
Secara tradisional, kekuasaan digunakan untuk menentukan hasil. Sedangkan di dalam organisasi, kekuasaan adalah kemampuan untuk memperoleh, menggerakkan dan menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.

Sumber dan Bentuk Kekuasaan
Kekuasaan dapat diperoleh karena posisi seseorang (kekuasaan jabatan) dan karena pengaruh pribadi atas orang lain. Di dalam organisasi kedua macam kekuasaan tersebut dapat terjadi.
Kekuasaan jabatan bergantung kepada setinggi apakah jabatan yang dimiliki seseorang. Semakin tinggi jabatan, akan semakin tinggi pula kekuasaan yang diperoleh. Meskipun demikian, dalam hal tertentu kekuasaan yang dimilikinya juga dibatasi oleh kekuasaan yang dimiliki orang lain.
Kekuasaan pribadi bergantung kepada sejauh mana orang lain mempercayai, mendukung, menghormati dan terikat kepada pemegang kekuasaan pribadi.
Demikian pula, di dalam organisasi kekuasaan seringkali cenderung berlangsung secara timbal balik antara atasan dan bawahan. Hal ini dimungkinkan oleh adanya saling membutuhkan di antara mereka. Atasan mempunyai kekuasaan atas bawahan, tetapi sebaliknya bawahan juga dapat mempengaruhi kekuasaan yang dimiliki atasan dengan hasil karya (kinerja) yang ditunjukkan oleh bawahan.
Kegiatan Belajar 3
Kepemimpinan dan Aplikasi Kekuasaan
Seseorang yang berusaha mempengaruhi perilaku kelompok, maka ia disebut sedang melaksanakan kepemimpinan. Penggunaan kekuasaan tertentu akan membuat kepemimpinan tertentu yang sesuai tingkat kematangan bawahan menjadi lebih efektif. Hal ini berkenaan dengan kenyataan bahwa konsep kekuasaan bersifat multidimensional dan bahwa gaya kepemimpinan efektif bersifat situasional.
Dengan kata lain bahwa keberhasilan kepemimpinan berkaitan dengan tingkat kematangan bawahan dan juga oleh penggunaan sumber dan bentuk kekuasaan yang dimiliki atasan.

Wewenang
Kekuasaan posisi dan legal rasional dapat disebut sebagai kekuasaan yang terbatas pada lingkup kecil dan mudah untuk diganti. Kekuasaan ini biasanya disebut sebagai wewenang atau authority. Wewenang, adalah kekuasaan jabatan yang memperoleh pengesahan dari orang lain, dalam hal ini atasan dan bawahan. Pengertian tentang wewenang dapat dipandang secara klasik dan juga secara pengakuan.
Secara klasik, wewenang dimiliki oleh atasan dan bawahan berkewajiban mematuhinya. Kondisi ini dapat menimbulkan kekuasaan yang sewenang-wenang. Pandangan pengakuan berdasarkan adanya pengakuan dari seseorang yang dipengaruhi terhadap orang lain yang mempengaruhi mereka. Dengan demikian, dalam lingkup sempit, wewenang yang sah belum tentu memperoleh pengakuan orang lain.
Weber menyebut wewenang sebagai wewenang yang legal dan sah. Weber juga membagi wewenang menjadi wewenang kharismatik, rasional, dan tradisional.
Indonesia kini menuju kepada pembagian kewenangan antara pusat dan daerah, sehingga azas desentralisasi lebih tampak. Pembagian ini menuju kepada pemberian wewenang kepada daerah lebih besar dengan hak mengelola sendiri daerahnya untuk kegiatan-kegiatan tertentu, dan ada keseimbangan penerimaan antara daerah dan pusat. Hal ini dilakukan untuk mencegah usaha pemisahan diri oleh daerah-daerah.


HUBUNGAN MANUSIAWI

Perkembangan Hubungan Manusiawi
Pada era revolusi industri, para industriawan berpendapat bahwa unsur manusia adalah bagian dari mesin, sebagaimana alat sekrup, baut, dll. Dalam sistem ban berjalan, misalnya, manusia hanya mengerjakan pekerjaan yang sama. Kecepatan mesin harus dapat diimbangi oleh gerak tubuh manusia ketika bekerja.
Anggapan manusia sebagai unsur mesin mulai berkurang ketika era revolusi industri mulai surut. Lebih-lebih dengan terbitnya buku yang ditulis oleh pakar manajemen, yaitu Andrew Ure di tahun 1835 yang menekankan arti penting unsur manusia. Demikian pula Henry Fayol, dalam bukunya, mengutarakan betapa penting unsur manusia dalam lingkup keorganisasian.
Perhatian besar terhadap unsur manusia adalah saat ditemukan secara tak terduga bahwa ternyata interaksi manusia dalam proses produksi memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap produktivitas. Sejak saat itulah hubungan insani berkembang pesat dan menjadi perhatian para manajer dalam pengelolaan organisasi.

Pengertian Hubungan Manusiawi
Manusia adalah makhluk sosial yang ingin hidup bersama-sama dengan manusia lainnya, dan saling berhubungan satu sama lain. Di dalam organisasi, terjadi hubungan antarmanusiawi oleh adanya usaha mempengaruhi orang lain secara sengaja untuk bekerja dan memberikan kepuasan kedua pihak.
Banyak pengertian hubungan insani, di antaranya disampaikan oleh Jack Halloran, Onong Uchjana Effendy, Fred Carvell, dan Keith Davis. Pada intinya, semuanya mengatakan bahwa tujuan hubungan manusiawi adalah untuk meningkatkan kerja sama secara produktif, untuk mencapai tujuan bersama secara individu maupun kelompok secara memuaskan, dan bagi kepentingan organisasi dan sosial atau masyarakat.
Elton Mayo menekankan kepada arti penting motivasi dan komunikasi vertikal ke atas, yang akan memberikan manfaat bagi manajer untuk lebih mengenal karyawan sebagai manusia seutuhnya.

Pilar Utama Hubungan Manusiawi
Dalam praktik, hubungan insani memperhatikan unsur manusia, menimbulkan gairah kerja kelompok, menimbulkan kesadaran terhadap peran dan tujuan kelompok, serta menanamkan kerja sama.
Dalam praktik juga ditemukan dua pilar utama hubungan insani, yaitu komunikasi dan motivasi. Komunikasi berguna untuk memperbaiki hubungan insani, menyampaikan gagasan dan mengalirkan pesan-pesan kepemimpinan ke seluruh bagian organisasi, serta dapat menghindarkan konflik, terutama komunikasi antarpribadi. Penting juga penggunaan analisis transaksi yang berguna untuk membuat prediksi dan mengantisipasi perilaku yang akan muncul dari seseorang, sehingga dapat dihindari kesalahpahaman.
Pengetahuan dan ketrampilan motivasi dapat bermanfaat bagi para manajer untuk memberikan dorongan kepada seseorang atau diri sendiri untuk bertindak sesuai kehendaknya.
Manajer yang menggunakan pendekatan hubungan insani dalam memimpin karyawan, akan memperoleh hasil yang baik, yaitu tujuan organisasi tercapai dengan efektif dan efisien. Selain itu, iapun akan memperoleh dukungan kuat dari karyawan, karena mereka dapat tercapai dengan baik. Tujuan tersebut, adalah tujuan ekonomi, antara lain gaji, tujuan psikis, antara lain rasa puas dan tujuan sosial, antara lain pelayanan baik kepada masyarakat.


PROSES KOMUNIKASI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Komunikasi
Komunikasi di dalam organisasi sangat penting peranannya. Ia dapat mendatangkan kesamaan pengertian dan kesepakatan bersama dalam hal pendapat, sehingga dapat mengurangi konflik. Selain itu, proses komunikasi dapat menjelaskan pembagian tugas dan laporan pelaksanaannya. Ia juga dapat digunakan sebagai penyaluran umpan balik tentang ada atau tudak adanya hambatan,keluhan, gagasan, dll. untuk kemajuan organisasi itu sendiri. Arus komunikasi ke segala arah dapat mengalirkan semua informasi ke setiap unit organisasi.
Namun demikian, banyak sekali hambatan yang dapat terjadi, utamanya berkaitan dengan unsur-unsur komunikasi. Lingkungan juga dapat menjadi hambatan terhadap proses komunikasi.
Dalam komunikasi antarbudaya banyak yang harus dipahami oleh setiap anggota masyarakat. Hal ini disebabkan bahwa para pengirim dan penerima pesan adalah pihak yang berbeda asal budayanya. Bila tidak memahami, maka akan dapat merusak hubungan antarpribadi setiap anggota organisasi.

Pengembilan Keputusan
Setiap hari manusia selalu dihadapkan kepada pilihan-pilihan alternatif dan pengambilan keputusan. Keputusan yang dibuat akan memberikan konsekuensi bagi diri sendiri, dan tidak ada tanggung jawab yang dituntut darinya, apapun pilihannya.
Di dalam organisasi, pengambilan keputusan memberikan dampak yang menyangkut kehidupan organisasi dan unsur manusianya.
Pengambilan keputusan adalah penetapan alternatif-alternatif yang telah diadakan dievaluasi dampak baik dan buruknya. Ada yang telah diprogramkan, karena sifatnya yang rutin, dan ada yang belum diprogramkan karena kemunculannya belum dapat diduga. Oleh karena itu, agar keputusan yang diambil bermutu, diperlukan ketersediaan informasi yang memadai, baik jumlah maupun mutunya.
Keputusan yang telah diambil harus dilaksanakan untuk mengetahui hasil yang diharapkan, dan diadakan penilaian kembali agar di dalam perencanaan mendatang dapat diperbaiki proses pencapaian tujuan organisasi.
Agar pengambilan keputusan dapat efektif, pertimbangan terhadap lingkungan dan kemampuan manusianya perlu dilakukan. Hal ini berkenaan dengan karakteristik keduanya yang serba tidak pasti, dan serba rumit.
Contoh :

Mitologi Gunung Merapi tidak bisa terlepas dari filosofi Kota Yogyakarta dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai pancernya. Kota ini terbelah oleh sumbu imajiner yang menghubungkan Laut Kidul, Parangkusumo -Panggung Krapyak - Kraton - Tugu Pal Putih dan Gunung Merapi. Orang Yogyakarta percaya mitos Gunung Merapi yang tercermin dalam Jagat Alit dan Jagat Ageng. yang mempangaruhi kehidupan mereka. Mbah Maridjan seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta. yang mendapatkan tugas dari Ngarsa Dalem Kesultanan Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai juru kunci Gunung Merapi sejak tahun 1982, meneruskan ayahnya Mbah Turgo, sebagai perwakilan keraton di Gunung Merapi. Sebagai orang yang ditunjuk Keraton Yogyakarta, Mbah Maridjan sendiri memiliki tugas khusus melaksanakan upacara labuhan ke puncak Merapi. pada peringatan naik takhta (jumenengan) Sultan Hamengkubuwono setiap tanggal 30 Rejeb tahun Saka.

Sesuai dengan teori weber seorang pemimpin membutuhkan kekuasaan. dan wibawa Sedangkan kekuasaan merupakan kekuatan untuk mempengaruhi pihak lain agar tunduk pada pemegang kekuasaan. Dengan kewibawaan yang memancar dari diri seorang pemimpin merupakan satu kekuatan tertentu yang menyebabkan orang lain patuh dan tunduk padanya tanpa paksaan kuasaan. Kekuasaan merupakan inti persoalan dalam kepemimpinan yang mengandung gejala yang disebut kewibawaan (gezag), sehingga tanpa kewibawaan tidak mungkin adanya sebuah kepemimpinan. Berkaitan dengan ini sebuah kharisma yang dimiliki seorang pemimpin juga merupakan kemampuan khusus yang ada pada diri seseorang yang bersumber pada suatu yang bersifat emosional atau tidak rasional yang berada diatas kekuatan dan kemampuan manusia umumnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seseorang yang mempunyai kharisma sekaligus mempunyai wibawa. Akan menyebabkan munculnya kepatuhan dan kesetiaan para pengikut yang dihormati, dicintai, dan disegani.

Selasa, 29 September 2009

MEMPENGARUHI PERILAKU

PENGERTIAN PERILAKU DELINKUEN
Ada beberapa pengertian tentang perilaku delinkuen, M. Gold dan J. Petronio mengartikan kenakalan remaja sebagai tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatan itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman (Sarwono, 2001). Keputusan Menteri Sosial (Kepmensos RI No. 23/HUK/1996) menyebutkan anak nakal adalah anak yang berperilaku menyimpang dari norma-norma sosial, moral dan agama, merugikan keselamatan dirinya, mengganggu dan meresahkan ketenteraman dan ketertiban masyarakat serta kehidupan keluarga dan atau masyarakat (Depsos, 1999). B. Simanjutak memberi tinjauan secara sosiokultural tentang arti Juvenile Delinquency atau kenakalan remaja, suatu perbuatan itu disebut delinkuen apabila perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat dimana ia hidup, atau suatu perbuatan yang anti-sosial dimana didalamnya terkandung unsur-unsur normative (Sudarsono, 1995).
Psikolog Bimo Walgito merumuskan arti selengkapnya dari Juvenile Delinquency sebagai tiap perbuatan, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan, jadi merupakan berbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh anak, khususnya anak remaja (sudarsono, 1999). Fuad Hasan merumuskan definisi Delinquency sebagai perilaku anti sosial yang dilakukan oleh anak remaja yang bila mana dilakukan oleh orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindak kejahatan (Sudarsono, 1999).
John W. Santrock mendefinisikan, kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) mengacu pada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan disekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah), hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri) (Santrock, 1995). Menurut Kartini Kartono, Juvenile Delinquency adalah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangakan tingkah laku yang menyimpang (Kartono, 2001).
Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kenakalan remaja adalah perilaku yang dilakukan oleh remaja yang bertentangan dengan norma hukum yang telah dengan jelas ditentukan dalam KUHP, norma sosial dan norma agama yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.

PIKIRAN SEBUAH KUNCI PERUBAHAN
Manusia adalah makhluk mental. Semua aspek dalam kehidupan kita ditentukan dan dikendalikan oleh kualitas pikiran kita. Saat lahir kita diberi oleh Allah satu triliun sel otak. Semua manusia mempunyai jumlah sel otak yang sama. Yang membuat hidup seseorang berbeda dengan yang lain adalah kemampuan berpikir yang dimiliki masing-masing individu.
Nilai pikiran bergantung pada cara dan metode kita menggunakannya. Setiap manusia mempunyai pikiran. Pikiran bisa menjadi kawan maupun lawan. Semua bergantung pada "ANDA" / "SAYA" yang berada di balik pikiran itu. Cara kita menggunakan pikiran merupakan faktor yang sangat menentukan kualitas hidup kita. Jika kita mengubah kualitas pikiran kita, maka secara otomatis kualitas hidup kita juga akan berubah. Kita menciptakan realitas kita berdasarkan kemauan dan kemampuan berpikir.
Pikiran adalah sebuah instrumen berpikir yang sangat canggih. Sayangnya banyak orang kehilangan kendali atas instrumen ini. Contohnya peristiwa ketika kita mengalami sulit tidur. Tubuh ingin istirahat tetapi pikiran kita berkeliaran tanpa bisa kita kendalikan. Walaupum kita berkata stop pada pikiran kita, pikiran tetap saja berlari semaunya sendiri. Pikiran kita tidak mau menaati perintah kita dan kita tidak berdaya mengendalikannya. Mengapa hal ini bisa terjadi ?
Semua ini terjadi karena kita telah membiarkan pikiran kita mengendalikan diri kita, dan bukan sebaliknya. Akibatnya pikiran kita tidak dapat bekerja dengan benar. Kita harus belajar menggunakan pikiran kita seperti kita menggunakan tangan dan kaki. Tangan dan kaki dapat kita kendalikan dengan baik, bekerja demi kebaikan kita. Maka kita juga harus mampu mengendalikan pikiran, bekerja demi keuntungan/kebaikan kita.

Ada 5 kenyataan yang sangat menakjubkan mengenai pikiran kita, yaitu :
1. Keberhasilan bukanlah kebetulan semata
2. Keberhasilan meninggalkan petunjuk, demikian pula kegagalan
3. Keberhasilan adalah hasil dari sebab dan akibat
4. Pemikiran kita adalah sebab dan perilaku serta keadaaan kita adalah akibat
5. Kita bisa memilih pemikiran kita sehingga dapat mengendalikan akibatnya
Mengubah pikiran sebenarnya mudah. Kuncinya terletak pada persepsi. Persepsi adalah apa-apa yang dapat kita lihat dengan mata pikiran kita. Persepsi kita dibatasi oleh pengalaman, pengetahuan dan imajinasi yang kita miliki. Pengembangan persepsi merupakan kunci untuk mampu berpikir lebih baik.
Bagaimana cara kita meningkatkan persepsi kita? Hal ini juga tidak sulit. Kuncinya terletak pada kemauan anda untuk berubah. Kemauan muncul karena kita melihat harapan perubahan dengan mengembangkan persepsi. Harapan muncul jika kita secara sadar mampu melihat segala sesuatu secara netral apa adanya. Jadi kuncinya sekarang terletak pada kesadaran. Setiap perubahan selalu diawali dengan peningkatan kesadaran.
Dalam kehidupan sering kita tidak pernah mengendalikan pikiran kita secara sadar. Itulah sebabnya ada begitu banyak orang yang hidupnya menderita, tersiksa, tak bahagia dan tak berprestasi. Kehidupan mereka seringkali diombang-ambingkan oleh emosi (perasaan) dan memori masalalu (ingatan). Jarang ada orang yang secara sadar mau menggunakan kesadarannya untuk menentukan arah hidupnya. Dengan memahami hal itu kita menyadari bahwa kehidupan sesungguhnya adalah permainan batin, tepatnya pikiran.
Jika seseorang ingin berubah namun kesadarannya lemah, maka pikirannya didikte oleh perasaan dan ingatannya. Tentu saja perasaan dan ingatan mempengaruhi persepsinya sehingga ia merasa perubahan sebagai sesuatu yang sangat berat dan menyakitkan.

Cara mengembangkan persepsi :
1. Sementara waktu tanggalkan ego, emosi dan prasangka
2. Mengundang, mendorong dan melibatkan ide, persepsi, dan orang lain
3. Utamakan kecepatan dan kuantitas. Kualitas diperhatikan kemudian
4. Jangan menyensor ide anda atau ide orang lain. Lakukan curah gagasan yang bersifat
spontan. Tidak perlu menjelaskan, merasionalisasikan atau mempertahankan ide anda
5. Mendengarkan secara proaktif untuk menemukan koneksi, interkoneksi dan pola
6. Hindari asumsi-asumsi dan tantang semua asumsi secara kreatif dengan mengembangkan dan menggabungkan semua asumsi. Pandang semua asumsi pemikiran sebagai batu loncatan
7. Gunakan imajinasi dengan bebas. Bermainlah dengan ide dan nikmati ide anda. Lihatlah apa yang bisa tercipta dari apa yang sudah ada

Komunikasi searah dan dua arah

Advertising_Indonesia

Membangun Komunikasi Dua Arah

Lalu lintas dua arah seringkali menimbulkan kemacetan, terutama di daerah yang
padat kendaraan. Tetapi, tidak demikian dengan komunikasi. Komunikasi dua arah
justru memperlancar hubungan di berbagai bidang, baik di tempat kerja maupun di
rumah. Membangun komunikasi dua arah memang tidak mudah, tetapi siapa tahu
dengan menyimak yang berikut, Anda pun bisa melakukannya.

KENDALA KOMUNIKASI
Roger Neugebauer dalam artikelnya ”Communication: A two-way Street”
mengungkapkan beberapa kendala yang sering dialami oleh sebuah organisasi dalam
berkomunikasi dua arah.
Protectiveness (Perlindungan). Pimpinan seringkali tidak memberitahukan
informasi tertentu pada karyawannya atau timnya karena takut akan menyakiti hati
karyawan. Alasan lain adalah bahwa pimpinan menganggap bahwa informasi tersebut
harus dilindungi, dan bukan untuk konsumsi karyawan karena karyawan tidak akan
mungkin mengerti apa yang akan disampaikan. Demikian pula dengan karyawan,
mereka sering tidak menyampaikan informasi tertentu kepada pimpinan untuk
melindungi dirinya dari tindakan pemecatan atau peringatan. Mereka takut jika
informasi disampaikan maka pimpinan akan marah, lalu mendiskreditkan mereka,
memberikan penilaian yang negatif terhadap mereka (sehingga berdampak pada
kenaikan gaji yang kecil), atau bahkan yang paling ekstrem adalah memecat
mereka.

Defensiveness (Pertahanan). Selain menahan informasi, seseorang juga bisa saja
tidak mau menerima informasi (menolak untuk mendengar informasi yang
disampaikan). Hal ini terjadi jika mereka sudah membentuk emosi negatif terhadap
orang yang memberi informasi, mungkin karena orang tersebut telah merendahkan
dengan kata-kata yang menyakitkan. Hal ini membuat ia merasa ”diserang”,
sehingga secara alami, orang yang merasa diserang tersebut membangun benteng
pertahanan dengan menahan informasi yang masuk. Ia menganggap informasi tersebut
juga akan membuatnya sakit hati. Misalnya saja ada Pak Arief yang memberi
komentar kurang baik tentang prestasi seorang anak buahnya. Anak buah Pak Arief
cenderung merasa bahwa masukan tersebut ”menyerang” harga dirinya, egonya, dan
kualitas kerjanya. Padahal sebenarnya Pak Arief hanya ingin memberikan masukan
untuk perbaikan, tetapi masukan ini disampaikan dengan kata-kata yang tidak
dipikirkan dulu penyampaiannya. Ketika merasa diserang maka anak buah Pak Arief
cenderung akan marah, dan menutup ”telinga” terhadap informasi lainnya yang
mungkin saja berguna untuknya (misalnya: informasi mengenai strategi memperbaiki
kinerjanya).

Tendency to evaluate (Kecenderungan untuk menghakimi). Jika mendapat informasi
dari seseorang mengenai keburukan orang lain, pimpinan cenderung mengambil sikap
yang mengevaluasi tanpa mengumpulkan data yang lengkap sebelum berkomunikasi
dengan orang yang dibicarakan tersebut. Karena terpengaruh oleh pandangan satu
orang, pimpinan langsung membentuk opini tertentu dan mengambil keputusan
sepihak tanpa melibatkan orang-orang yang terkait, dan tanpa mengumpulkan fakta
lapangan yang cukup. Ini bukanlah merupakan komunikasi dua arah, tetapi
komunikasi satu arah, atau bahkan bisa dikatakan bahwa tidak terjadi komunikasi
sama sekali.
Narrow perspectives (Perspektif yang sempit). Karena jarang meninjau pekerjaan
orang lain, atau keluar dari lingkungan pekerjaan sendiri, seseroang seringkali
dibatasi pada cara pandangnya sendiri. Ia tidak mencoba melihat dari sudut
pandang orang lain. Pimpinan yang sering mengambil keputusan besar yang
menyangkut keputusan keuangan dan strategi operasional secara umum, seringkali
tidak mempertimbangkan detail pelaksanaan pekerjaan dan sudut pandang para
pekerjaan. Sebaliknya, para karyawan, seringkali hanya melihat suatu masalah
dari sudut pandangnya sendiri (kepentingan individunya semata, tanpa mencoba
memahami sebuah situasi dari sudut pandang yang berbeda). Sempitnya perspektif
inilah yang sering menyebabkan konflik (tiap orang hanya melihat dari sudut
pandang sendiri, dan tidak mencoba memahami orang lain). Sebagai contoh,
keputusan seorang pemimpin untuk membatasi percakapan telepon selama tiga menit
saja, dianggap sebagai keputusan yang tidak populer, apalagi untuk bagian
marketing yang sering kali menggunakan telepon untuk berhubungan dengan calon
pelanggan atau pelanggan yang ada.

Mismatched expectations. Peter Drucker mengatakan bahwa pikiran manusia
seringkali hanya membatasi informasi yang cocok dengan ekspektasinya Jika,
ternyata informasi yang disampaikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan,
maka orang tersebut cenderung tidak termotivasi untuk mendengarkan informasi
yang disampaikan. Misalnya: jika dalam rapat-rapat ternyata seringkali
tanggapannya tidak diperhatikan, maka karyawan cenderung enggan menyatakan
pendapat, karena ia beranggapan percuma saja menyampaikan pendapat, karena
biasanya juga tidak ada follow-up-nya. Demikian pula dengan pimpinan, yang
sering mendengarkan pendapat karyawan yang dianggapnya tidak relevan dengan
keputusan yang akan diambil. Pimpinan tersebut cenderung tidak mendengarkan
pendapat dari orang tersebut di waktu-waktu yang berikutnya.

Insufficient time. Alasan lain adalah keterbatasan waktu untuk menyampaikan
informasi secara menyeluruh. Karena kegiatan rutin yang harus diselesaikan
dengan segera, seringkali waktu berkomunikasi dilupakan, atau komunikasi
dilakukan dengan tergesa. Akibatnya, informasi yang disampaikan kepada orang
lain pun tidak lengkap. Dampaknya adalah orang lain hanya menerima sebagian
informasi (tidak utuh), sehingga ada kemungkinan informasi tersebut salah
dipahami.


MEMBANGUN KOMUNIKASI DUA ARAH

Setelah memahami berbagai kendala yang menghambat terjadinya komunikasi dua
arah, kita akan lebih mudah untuk menyusun strategi guna membangun komunikasi
dua arah tersebut. Berikut adalah beberapa strategi yang bisa dicoba.

Mendengar. Dalam komunikasi dua arah, ada yang berbicara, dan ada yang
mendengar. Yang sering terjadi adalah tiap pihak saling menunggu kesempatan
untuk berbicara tanpa meluangkan waktu untuk mendengar apa yang disampaikan
pihak lain (karena ia sibuk menyiapkan apa yang akan disampaikan). Seringkali,
banyak permasalahan dapat terselesaikan justru bukan karena seseorang menjadi
pembicara yang handal, melainkan karena ia bersedia memahami orang lain dengan
cara mendengarkan dengan saksama apa yang disampaikan (keluhan, masalah,
keinginan, harapan). Informasi yang didengar inilah yang bisa dijadikan dasar
untuk menentukan langkah selanjutnya untuk menyelesaikan masalah.

Terbuka. Untuk mendorong tiap pihak untuk saling terbuka, seorang pimpinan
hendaknya tidak menghukum orang yang menyampaikan pendapat, masalah, atau
perasaannya. Keterbukaan bisa juga dibuatkan wadahnya, yaitu melalui bulletin
board, kotak saran, atau media antarkaryawan. Karyawan yang menyampaikan
pendapat atau ide yang bisa dimanfaatkan perusahaan, bisa diberikan hadiah, atau
penghargaan. Demikian juga dengan karyawan yang bisa mengidentifikasi atau
mengantisipasi masalah serta mengusulkan alternatif pemecahannya.
Menyamakan persepsi. Komunikasi dua arah sering terhambat karena adanya
perbedaan persepsi terhadap suatu masalah. Dengan demikian, dalam berkomunikasi,
ada baiknya disampaikan juga latar belakang pemikiran dari ide yang disampaikan,
sehingga orang lain juga bisa memiliki persepsi yang sama, berangkat dari
persepsi yang sama, atau paling tidak memahami persepsi orang yang menyampaikan
informasi tersebut. Jika pemahaman sudah tergalang, maka komunikasi dua arah
akan lebih mudah mengalir.

Komunikasi empat mata. Banyak juga karyawan yang enggan menyampaikan pendapat
karena sungkan berbicara di hadapan banyak orang, padahal mungkin saja karyawan
tersebut memiliki ide yang brilian. Seorang pimpinan bisa mencoba melakukan
komunikasi dua arah terhadap anak buahnya secara regular untuk memahami
kebutuhan, ekspektasi, masalah mereka. Dengan komunikasi empat mata, bawahan
mungkin saja lebih nyaman menyatakan pendapat atau menyampaikan permasalahan
yang ditemuinya di lapangan. Jadi, komunikasi empat mata penting untuk dilakukan
dengan lebih sering, tidak hanya ketika melakukan evaluasi kerja tahunan.

Ada banyak cara untuk membangun komunikasi dua arah, beberapa di antaranya baru
saja kita bahas bersama. Mungkin Anda bisa memilih mana yang paling cocok untuk
Anda, atau mengkombinasi beberapa strategi untuk mencapai komunikasi dua arah
dengan lebih mudah, dengan hasil yang lebih baik.

Sumber :

http://finance.groups.yahoo.com/group/Advertising_Indonesia/message/1299