I. Definisi gangguan kepribadian
Kaplan dan Saddock mendefinisikan kepribadian sebagai totalitas sifat emosional dan perilaku yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari dalam kondisi yang biasanya;kepribadian relatif stabil dan dapat diramalkan. Sedangkan gangguan kepribadian adalah suatu varian dari sifat karakter tersebut yang diluar rentang yang ditemukan pada sebagian besar orang.Hanya jika sifat kepribadian tidak fleksibel dan maladaptif dan dapat menyebabkan gangguan fungsional yang bermakna atau penderitaan subjektif maka dimasukkan sebagai kelas gangguankepribadian (1997
: 242).
Orang yang mengalami kepribadian biasanya memiliki tingkah laku yang kompleks dan berbeda-beda, berupa (Martaniah,
1999 : 70)
1. ketergantungan yang berlebihan
2. ketakutan yang berlebihan dan intimitas
3. kesedihan yang mendalam
4. tingkah laku yang eksploitatif
5. kemarahan yang tidak dapat dikontrol
6. kalau masalah mereka tidak ditangani, kehidupan mereka akan dipenuhi ketidakpuasan
II. Penyebab munculnya gangguan kepribadian
Secara umum, penyebab dari munculnya gangguan kepribadian pada diri seseorang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu (Kaplan & Saddock,
1997 : 243-245):
1. Faktor genetika
Salah satu buktinya berasal dari penelitian gangguan psikiatrik pada 15.000 pasangan kembar di Amerika Serikat. Diantara kembar monozigotik, angka kesesuaian untuk gangguankepribadian adalah beberapa kali lebih tinggi dibandingkan kembar dizigotik. Selain itu menurut suatu penelitian, tentang penilaian multipel kepribadian dan temperamen, minatokupasional dan waktu luang, dan sikap sosial, kembar monozigotik yang dibesarkan terpisah adalah kira-kira sama dengan kembar monozigotik yang dibesarkan bersama-sama.
2. Faktor temperamental
Faktor temperamental yang diidentifikasi pada masa anak-anak mungkin berhubungan dengan gangguan kepribadian pada masa dewasa. Sebagai contohnya, anak-anak yang secaratemperamental ketakutan mungkin mengalami kepribadian menghindar.
Disfungsi system saraf pusat pada masa anak-anak berhubungan dengan tanda neurologist lunak dan paling
sering ditemukan pada gangguan kepribadian anti sosial dan ambang.Gangguan kepribadian tertentu mungkin berasal dari kesesuaian parental
yang buruk, yaitu ketidaksesuaian antara temperamen dan cara membesarkan anak. Sebagai contohnya,seorang anak yang pencemas dibesarkan oleh ibu yang tenang.
3. Faktor biologis
Hormon. Orang yang menunjukkan sifat impulsif seringkali juga menunjukkan peningkatan kadar testosterone,
17-estradiol, dan estrone. Begitu pula dengan Monoamin oksidasetrombosit (MAO), pelajar perguruan tinggi dengan MAO trombosit yang rendah melaporkan menggunakan lebih banyak waktu dalam aktivitas sosial dibandingkan dengan pelajar dengankadar MAO trombosit yang tinggi.
Neurotransmitter. Penelitian sifat kepribadian dan system dopaminergik dan serotonergik menyatakan suatu fungsi mengaktivasi kesadaran dari neurotransmitter tersebut. Kadar5-hydroxyindoleacetic acid
(5-HIAA), suatu metabolit serotonin, adalah rendah pada orang yang berusaha bunuh diri dan pada pasien yang
impulsive dan agresif. Meningkatkan kadarserotonin dengan obat serotonergik tertentu seperti fluoxetine (prozac) dapat menghasilkan perubahan dramatik pada beberapa karakteristik kepribadian.
Serotonin menurunkan depresi,impulsivitas, dan perenungan pada banyak orang dan dapat menghasilkan perasaan kesehatan umum. Meningkatnya kadar dopamine di dalam system saraf pusat, dihasilkan olehpsikostimulan tertentu, misalnya amphetamine dapat menginduksi euphoria. Efek neurotransmitter pada sifat kepribadian elah menciptakan minat dan kontroversi tentang apakah sifatkepribadian dibawa sejak lahir atau tidak.
Elektrofisiologi. Perubahan konduktansi elektrik pada elektroensefalogram (EEG) telah ditemukan pada beberapa pasien dengan gangguan kepribadian,
paling sering pada tipeantisosial dan ambang, dimana ditemukan aktivitas gelombang lambat.
4. Faktor psikoanalitik
Sigmund Freud menyatakan bahwa sifat kepribadian berhubungan dengan fiksasi pada salah satu stadium perkembangan psikoseksual. Misalnya, suatu karakter oral adalah pasif dandependen karena terfiksasi pada stadium
oral, dimana ketergantungan pada orang lain untuk asupan makanan adalah menonjol. Fiksasi pada stadium
anal, yaitu anak yang berlebihanatau kurang pada pemuasan anal dapat menimbulkan sifat keras kepala, kikir dan sangat teliti.
Selanjutnya Wilhelm Reich mengajukan istilah “character
armor” untuk menggambarkan gaya depensif karakteristik yang digunakan seseorang
untuk melindungi dirinya sendiri dariimpuls internal dan dari kecemasan
interpersonal dalam hubungan yang bermakna. Pendapat Reich memiliki pengaruh
yang luas pada pemahaman kontemporer tentang kepribadian dan gangguan
kepribadian. Cap kepribadian yang unik pada masing-masing manusia sangat
ditentukan oleh mekanisme pertahanan karakteristik orang tersebut.p>
Jika mekanisme pertahanan berfungsi
dengan baik, pasien dengan gangguan kepribadian akan mampu mengatasi perasaan
cemas, depresi, kemarahan, mali, bersalah atau efeklainnya. Pertahan disini
adalah proses mental bawah sadar yang digunakan ego untuk memecahkan konflik
antara id dengan apa yang diinginkan lingkungan.p>
III. Klasifikasi dan deskripsi
gangguan kepribadian beserta tritmen-nya
Dalam Diagnostik and Statistical
Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV), gangguan kepribadian dikelompokkan
ke dalam 3 kelompok, yaitu:p>
a. Kelompok A, terdiri dari gangguan
kepribadian paranoid, skizoid dan skizotipal. Orang dengan gangguan seperti
ini seringkali tampak aneh dan eksentrik.p>
b. Kelompok B, terdiri dari gangguan
kepribadian antisosial, ambang, histrionik dan narsistik. Orang dengan gangguan
ini sering tampak dramatik, emosional, dan tidak menentu.p>
c. Kelompok C, terdiri dari gangguan
kepribadian menghindar, dependen dan obsesif-kompulsif, dan satu kategori
yang dinamakan gangguan kepribadian yang tidak ditentukan (contohnya adalah gangguan
kepribadian pasif-agresif dan gangguan kepribadian depresif). Orang dengan
gangguan ini sering tampak cemas atau ketakutan.p>
Berikut akan dijelaskan satu persatu
beberapa tipe gangguan kepribadian yang telah disebutkan di atas:p>
1. Gangguan kepribadian paranoid
Orang dengan gangguan kepribadian
paranoid ditandai dengan adanya perasaan curiga yang berlebihan pada orang
lain. Mereka menolak tanggung jawab atas perasaan mereka sendiri dan melemparkan
tanggung jawab pada orang lain. Mereka seringkali bersikap bermusuhan, mudah
tersinggung dan marah termasuk pasangan yang cemburu secara patologis. Mereka
seringkali bertanya tanpa pertimbangan, tentang loyalitas dan kejujuran
teman atau teman kerjanya. Atau cemburu dengan bertanya-tanya tanpa
pertimbangan tentang kesetiaan pasangan atau mitra seksualnya. Gangguan
ini lebih sering terdapat pada laki-laki dibandingkan wanita. Berdasarkan
suatu penelitian menunjukkan bahwa paranoid personality disorder banyak terdapat
pada pasien dengan skizofrenia dan gangguan delusi (Nida UI Hasanat,
2004 : 11).
Menurut teori psikodinamika, gangguan
ini merupakan mekanisme pertahanan ego proyeksi, orang tersebut melihat
orang lain mempunyai motif merusak dan negatif, bukan dirinya. Ada kecenderungan
untuk membanggakan dirinya sendiri karena menganggap dirinya mampu berfikir secara
rasional dan objektif, padahal sebenarnya tidak. Dalam situasi sosial, orang
dengan kepribadian paranoid mungkin tampak sibuk dan efisisen, tetapi mereka
seringkali menciptakan ketakutan dan konflik bagi orang lain. Dan
berdasarkan teori kognitif-behavioral, orang dengan gangguan ini akan selalu
dalam keadaan waspada, karena tidak mampu membedakan antara orang yang membahayakan
dan yang tidak (Martaniah, 1999 : 74).
Tritment yang dapat diberikan yaitu
(Kaplan & Saddock, 1997 : 249):
a. Psikoterapi. Pasien paranoid
tidak bekerja baik dalam psikoterapi kelompok, karena itu ahli terapi
harus berhadapan langsung dalam menghadapi pasien, dan harus diingat bahwa
kejujuran merupakan hal yang sangat penting bagi pasien. Ahli terapi
yang terlalu banyak menggunakan interpretasi mengenai perasaan ketergantungan
yang dalam,an style="">masalah seksual dan keinginan untuk
keintiman dapat meningkatkan ketidakpercayaan pasien.p>
b. Farmakoterapi. Farmakoterapi
berguna dalam menghadapi agitasi dan kecemasan. Pada sebagian besar kasus, obat
antiansietas seperti diazepam (Valium) dapat digunakan. Atau mungkin perlu
untuk menggunakan anti psikotik, seperti thioridazine (Mellaril) atau haloperidol
(Haldol), dalam dosis kecil dan dalam periode singkat untuk menangani agitasi
parah atau pikiran yang sangat delusional. Obat anti psikotik pimozide (Orap)
bisa digunakan untuk menurunkan gagasan paranoid.
2. Gangguan kepribadian skizoid
Menurut David & Neale dalam
Nida UI Hasanat, orang dengan gangguan kepribadian skizoid ditandai dengan
tidak adanya keinginan dan tidak menikmati hubungan sosial, mereka tidak
memiliki teman dekat. Orang dengan gangguan ini tampak tidak menarik karena tidak
memiliki kehangatan terhadap orang lain dan cenderung untuk menjauhkan diri.
Jarang sekali memiliki emosi yang kuat, tidak tertarik pada seks dan
aktivitas-aktivitas yang menyenangkan (2004 : 5).
Mereka mungkin menjalani kehidupan
mereka sendiri dengan kebutuhan atau harapan untuk ikatan dengan orang lain
yang sangat kecil. Riwayat kehidupan orang tersebut mencerminkan minat
sendirian dan pada keberhasilan pekerjaan yang tidak kompetitif dan sepi yang
sukar ditoleransi oleh orang lain. Kehidupan seksual mereka mungkin hanya
semata-mata dalam fantasi, dan mereka mungkin menunda kematangan seksualitas
tanpa batas waktu tertentu. Mampu menanmkan sejumlah besar energi afektif dalam
minat yang bukan manusia, seperti matematika dan astronomi, dan mereka mungkin
sangat tertarik pada binatang. Walaupun terlihat mengucilkan diri, tapi pada
suatu waktu ada kemungkinan orang tersebut mampu menyusun, mengembangkan dan
memberikan suatu gagasan yang asli dan kreatif (Kaplan & Saddock, 1997
: 250).
Tritment yang dapat diberikan yaitu
(Kaplan & Saddock, 251):
a. Psikoterapi. Dalam
lingkungan terapi kelompok, pasien gangguan kepribadian skizoid mungkin diam
untuk jangka waktu yang lama, namun suatu waktu mereka akan ikut terlibat.
Pasien harus dilindungi dari serangan agresif anggota kelompok lain mengingat
kecenderungan mereka akan ketenangan. Dengan berjalannya waktu, anggota
kelompok menjadi penting bagi pasien skizoid dan dapat memberikan kontak
sosial.
b. Farmakoterapi. Dengan
antipsikotik dosis kecil, antidepresan dan psikostimulan dapat digunakan dan
efektif pada beberapa pasien.
3. Gangguan kepribadian
skizotipal
Orang dengan gangguan skizotipal
adalah sangat aneh dan asing walaupun bagi orang awam karena mereka memiliki
gagasan yang aneh, pikiran magis, gagasan menyangkut diri sendiri, waham dan
derealisasi yang merupakan bagian dari dunia orang skizotipal setiap harinya.
Dunia mereka terisi oleh hubungan khayalan yang jelas dan ketakutan dan fantasi
yang mirip anak-anak. Ada kecenderungan bahwa mereka percaya jika mereka
memiliki kekuatan pikiran yang khusus. Mereka mungkin mengakui bahwa mereka
memiliki ilusi perseptual atau mikropsia atau orang terlihat oleh mereka
sebagai kayu atau jadi-jadian. Pembicaraan dengan orang yang mengalami gangguan
kepribadian skizotipal mungkin aneh atau janggal dan hanya memiliki arti bagi
diri mereka sendiri. Menurut David & Neale dalam Nida AI Hasanat, orang
tua dengan skizofrenia mempunyai resiko tinggi untuk memiliki anak dengan
gangguan kepribadian skizotipal. Pada penemuan lain juga menunjukkan bahwa
orang tua dengan gangguan jiwa lain juga mempunyai resiko yang sama untuk
memiliki anak dengan gangguan kepribadian skizotipal (2004 : 10).
Tritment yang dapat diberikan yaitu
(Kaplan & Saddock : 253):
a. Psikoterapi. Pikiran yang
aneh dan ganjil pada pasien gangguan kepribadian skizotipal harus ditangani
dengan berhati-hati. Beberapa pasien terlibat dalam pemujaan, praktek religius
yang aneh dan okultis. Ahli terapi tidak boleh menertawakan aktivitas tersebut
atau mengadili kepercayaan atau aktivitas mereka.
b. Farmakoterapi. Medikasi
antipsikotik mungkin berguna dalam menghadapi gagasan mengenai diri sendiri,
waham dan gejala lain dari gangguan dan dapat digunakan bersama-sama
psikoterapi. Penggunaan holoperidol dilaporkan memberikan hasil positif pada
beberapa kasus, dan antidepresan digunakan jika ditemukan suatu komponen
depresif dari kepribadian.
4. Gangguan kepribadian
antisosial
Gangguan kepribadian antisosial
ditandai oleh tindakan antisosial atau kriminal. Gangguan ini lebih pada
ketidakmampuan untuk mematuhi norma sosial yang melibatkan banyak aspek
perkembangan remaja dan dewasa pasien. Keadaan seperti ini paling sering
ditemukan perkotaan yang miskin dan diantara penduduk yang berpindah-pindah
dalam daerah tersebut. Pasien dengan gangguan kepribadian antisosial seringkali
menunjukkan kesan luar yang normal dan bahkan hangat dan mengambil muka. Tetapi
riwayat penyakitnya menemukan banyak daerah kehidupan yang mengalami gangguan.
Menurut David & Neale, gangguan ini muncul sebelum usia 15 tahun yang
ditandai dengan perilaku nakal, lari diri dari rumah, sering berbohong,
mencuri, membakar, atau merusak dengan cara lain. Pola ini akan berlanjut
hingga dewasa yang ditandai dengan tidak memiliki tanggung jawab, bekerja tidak
konsisten, melawan hukum, agresif, gegabah, impulsif, dan gagal dalam
merencanakan sesuatu (Nida AL Hasanat, 2004 : 24).
David & Neale juga
menambahkan psikopati (Sosiopati) disamping gangguan kepribadian antisosial.
Orang dengan psikopati dengan tidak memiliki rasa malu, miskin emosi baik emosi
positif maupun negatif. ‘Charming’ dan memanipulasi orang lain untuk mencapai
tujuannya. Kurang mengalami kecemasan sehingga tidak belajar dari kesalahannya.
Karena tidak memiliki emosi positif, ia menjadi orang yang tidak memiliki
tanggung jawab dan ‘tega’ terhadap orang lain (Nida AI Hasanat, 2004 : 26).
Menurut teori biologis, gangguan ini
disebabkan beberapa faktor, yaitu : (a) kelebihan kromosom Y (laki-laki),
menyebabkan pola XYY bukan XY yang normal pada kromoson 23. tapi teori ini
tidak diterima, (b) Testosteron menjadi penyebab agresivitas laki-laki, (c)
adanya keabnormalan pada otak, (d) karena kurang belajar dan perhatian yang
neuropsikologis, dan (e) karena faktor keturunan. Sedangkan menurut teori
psikologis, gangguan ini disebabkan oleh : (1) kondisi keluarga yang disharmoni
dan ketidakkonsistenan dalam pengasuhan anak, (2) orang tua yang terlalu
permisif dan kurang memperhatikan perilaku anak yang tidak benar, (3) orang tua
yang tidak menunjukkan afeksi, (4) pendidikan yang didapat kurang memadai, dan
(5) adanya pendapat bahwa antisosial datang dari semua kelas sosial yang
ayahnya antisosial. Juga adanya penelitian korelasional yang menunjukkan bahwa
banyak orang antisosial yang depresif dan cemas. Hanya saja belum ditemukan
apakah itu penyebab atau dampak dari gangguan kepribadian antisosial
(Martaniah, 1999 : 71).
Tritment yang dapat diberikan yaitu
(Kaplan & Saddock, 1997 : 255):
a. Psikoterapi. Jika pasien
merasa bahwa mereka berada diantara teman-teman sebayanya, tidak adanya motivasi
mereka untuk berubah bisa menghilang, kemungkinan karena hal itulah kelompok
yang menolong diri sendiri (selfhelp group) akan lebih berguna
dibandingkan di penjara dalam menghilangkan gangguan. Tetapi, ahli terapi harus
menemukan suatu cara untuk menghadapi perilaku merusak pada pasien. Dan untuk
mengatasi rasa takut pasien terhadap keintiman, ahli terapi harus menggagalkan
usaha pasien untuk melarikan diri dari perjumpaan dengan orang lain.
b. Farmakoterapi. Farmakoterapi
digunakan untuk menghadapi gejala yang diperkirakan akan timbul, seperti
kecemasan, penyerangan dan depresi. Tetapi, karena pasien seringkali merupakan
penyalahguna zat, obat harus digunakan secara bijaksana. Jika pasien
menunjukkan bukti-bukti adanya gangguan defisit-atensi / hiperaktivitas,
psikostimulan seperti methylphenidate (Ritalin), bisa digunakan.
5. Gangguan kepribadian ambang
Pasien gangguan kepribadian ambang
berada pada perbatasan antara neurosis dan psikosis dan ditandai oleh afek,
mood, perilaku, hubungan objek, dan cinta dari yang sangat tidak stabil. Pasien
gangguan kepribadian ambang hampir selalu tampak berada dalam keadaan krisis.
Pergeseran mood sering dijumpai. Pasien dapat bersifat argumentatif pada suatu
waktu dan terdepresi pada waktu selanjutnya dan selanjutnya mengeluh tidak
memiliki perasaan pada waktu lainnya. Gangguan ini lebih banyak terdapat pada
wanita dibandingkan laki-laki dan berdasarkan penelitian biologis ditemukan
pada keluarga dimana ada yang memiliki gangguan yang sama.
Perilaku pasien gangguan kepribadian
ambang sangat tidak bisa diramalkan; sebagai akibatnya mereka jarang mencapai
tingkat kemampuan mereka. Sifat menyakitkan dari kehidupan mereka dicerminkan
oleh tindakan merusak diri sendiri yang berulang, misalnya dengan mengiris
pergelangan tangannya sendiri atau melakukan tindakan mutilasi diri lainnya
untuk mendapatkan bantuan dari orang lain, untuk mengekspresikan kemarahan,
atau untuk menumpulkan mereka sendiri dari afek yang melanda. Karena mereka
merasakan ketergantungan dan permusuhan, pasien gangguan kepribadian ambang
memiliki hubungan interpersonal yang tidak baik. Mereka dapat bergantung pada
orang lain yang dekat dengan mereka, dan mereka dapat mengekspresikan banyak
kemarahan pada teman dekatnya jika mengalami frustasi.
Dilihat dari pendekatan
kognitif-behavioral, orang yang mengalami gangguan ini evaluasi dirinya selalau
negatif, kurang percaya diri dalam mengambil keputusan, motivasi rendah dan
tidak mampu mencari tujuan jangka panjang (Martaniah, 1999 : 73)
Tritment yang dapat diberikan yaitu
(Kaplan & Saddock, 1997 : 258):
a. Psikoterapi. Pendekatan
berorientasi realitas lebih efektif dibandingkan interpretasi bawah sadar
secara mendalam. Terapi perilaku digunakan pada pasien gangguan kepribadian
ambang untuk mengendalikan impuls dan ledakan kemarahan dan untuk menurunkan
kepekaan terhadap kritik dan penolakan. Latihan keterampilan sosial, khususnya
dengan videotape, membantu pasien untuk melihat bagaimana tindakan mereka
mempengaruhi orang lain dan dengan demikian untuk meningkatkan perilaku
interpersonal mereka.
b. Farmakoterapi. Antipsikotik
dapat digunakan untuk mengendalikan kemarahan, permusuhan dan episode psikotik
yang singkat. Anti depresan memperbaiki mood yang terdepresi yang sering
ditemukan pada pasien. Inhibitor monoamine oksidase (MAO) efektif dalam
memodulasi perilaku impulsive pada beberapa pasien. Benzodiazepine, khususnya
alprazolam (Xanax), membantu kecemasan dan depresi, tetapi beberpa pasien
menunjukkan disinhibisi dengan obat tersebut. Antikonvulsam, seperti
Cabamazepine (Tegretol), dapat meningkatkan fungsi global pada beberapa pasien.
Obat serotonenergik seperti fluoxetine dapat membantu pada beberapa kasus.
6. Gangguan kepribadian
histrionik
Gangguan kepribadian histrionik
dutandai oleh perilaku yang bermacam-macam, dramatik, ekstovert pada orang yang
meluap-luap dan emosional. Tetapi, menyertai penampilan mereka yang flamboyan,
seringkali terdapat ketidakmampuan untuk mempertahankan hubungan yang mendalam
dan berlangsung lama. Pasien dengan gangguan kepribadian hitrionik menunjukkan
perilaku mencari perhatian yang tinggi. Mereka cenderung memperbesar pikiran dan
perasaan mereka, membuat segalanya terdengar lebih penting dibandingkan
kenyataannya.
Perilaku menggoda sering ditemukan
baik pada pria maupun wanita. Pada kenyataannya, pasien histrionik mungkin
memiliki disfungsi psikoseksual; wanita mungkin anorgasmik dan pria cenderung
mengalami impotent. Mereka mungkin bahwa melakukan impuls seksual mereka untuk
menentramkan diri mereka bahwa mereka menarik bagi jenis kelamin yang lain.
Kebutuhan mereka akan ketentraman tidak ada habisnya. Tetapi, hubungan mereka cenderung
dangkal dan pasien dapat gagal lagi tapi asyik dengan diri sendiri dan
berubah-ubah (Kaplan & Saddock, 1997 : 20).
Ditinjau dari teori psikoanalisa,
gangguan ini dapat muncul karena adanya parental seductiveness khususnya
ayah terhadap anak perempuan. Orang tua yang mengatakan bahwa seks adalah
sesuatu yang kotor tapi tidak sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan dimana
perilaku menunjukkan bahwa seks itu adalah hal yang menyenangkan dan diinginkan
(Nida Al Hasanat, 2004 : 20).
Tritment yang dapat diberikan yaitu
(Kaplan & Saddock, 1997 : 260):
a. Psikoterapi. Pasien dengan
gangguan kepribadian histrionik seringkali tidak menyadari perasaan mereka yang
sesungguhnya; dengan demikian penjelasan dalam (inner feeling) mereka
adalah suatu proses yang penting. Psikoterapi berorientasi psikoanalisis, baik
dalam kelompok atau individual, adalah terapi yang terpilih untuk gangguan
kepribadian histrionik.
b. Farmakoterapi. Farmakoterapi
dapat ditambahkan jika gejala adalah menjadi sasarannya, seperti penggunaan
antidepresan untuk depresi dan keluhan somatic, obat antiansietas untuk
kecemasan dan antipsikotik untuk derealisasi dan ilusi.
7. Gangguan kepribadian
narsistik
Orang dengan kepribadian narsistik
ditandai oleh meningkatnya rasa kepentingan dan perasaan kebesaran yang unik.
Mereka menganggap dirinya sebagai orang yang khusus dan penting. Mereka
menanggapi kritik secara buruk dan mungkin menjadi marah sekali jika ada orang
yang berani mengkritik mereka, atau mereka mungkin tampak sama sekali acuh tak
acuh terhadap kritik. Yang mencolok adalah perasaan akan kebesaran nama mereka.
Persahabatan mereka rapuh dan mereka dapat menyebabkan orang lain marah karena
mereka menolak mematuhi aturan perilaku konvensional. Mereka tidak mampu
menunjukkan empati, dan mereka berpura-pura simpati hanya untuk mencapai
kepentingan mereka sendiri. Pasien memiliki harga diri yang rapuh dan rentan
terhadap depresi. Kesulitan interpersonal, penolakan, kehilangan dan masalah
pekerjaan adalah stress-stress yang sering dihasilkan oleh orang narsistik
karena perilakunya. Stress-stress yang tidak mampu dihadapi oleh mereka.
Menurut pandangan psikoanalitik
tradisonal, gangguan histrionok dan narsistik merupakan variensi histeria. Dan
bila dilihat dari sudut pandang psikoanalisis yang kognitif, kedua gangguan ini
(gangguan histrionok dan gangguan narsistik) adalah akibat dari ketidakmampuan
memfokuskan diri pada yang detail atau yang khusus, jadi dalam memahami situasi
dan problem dilakukan secara global (Martaniah, 1999 : 76).
Tritment yang dapat diberikan adalah
(Kaplan & Saddock, 1997 : 261):
a. Psikoterapi. Mengobati
gangguan kepribadian narsistik sukar, karena pasien harus meninggalkan
narsismenya jika ingin mendapatkan kemajuan. Dokter psikiatrik seperti Otto
Kernberg dan Heiz Kohut menganjurkan pemakaian pendekatan psikoanalitik untuk
mendapatkan perubahan.
b. Farmakoterapi. Lithium
(Eskalith) digunakan pada pasien yang memiliki pergeseran mood sebagai bagian
dari gambaran klinis. Dan karena rentan terhadap depresi, maka antidepresan
juga dapat digunakan.
8. Gangguan kepribadian
menghindar
Orang dengan gangguan kepribadian
menghindar menunjukkan kepekaan yang ekstrim terhadap penolakan, yang dapat
menyebabkan penarikan diri dari kehidupan sosial. Sebenarnya mereka tidak
asosial karena menunjukkan keinginan yang kuat untuk berteman tetapi mereka
malu; mereka memerlukan jaminan yang kuat dan penerimaan tanpa kritik yang
tidak lazim. Orang dengan gangguan ini menginginkan hubungan dengan orang lain
yang hangat dan aman tapi membenarkan penghindaran mereka untuk membentuk
persahabatan kerena perasaan ketakutan mereka akan penolakan.
Mereka mudah sekali keliru dalam
mengartikan komentar orang lain, seringkali komentar dari orang lain dianggap
sebagai suatu penghinaan atau ejekan. Pada umumnya sifat dari orang dengan
gangguan kepribadian menghindar adalah seorang yang pemalu. Menurut teori
kognitif-behavioral, pasien sangat sensitif terhadap penolakan karena adanya
pengalaman masa kanak-kanak, misalnya : karena mendapat kritik yang pedas dari
orang tua (Martaniah, 1999 : 77).
Tritment yang dapat diberikan yaitu
(Kaplan & Saddock, 1997 : 263):
a. Psikoterapi. Ahli terapi
mendorong pasien untuk ke luar ke dunia untuk melakukan apa yang dirasakan
mereka memiliki resiko tinggi penghinaan, penolakan dan kegagalan. Tetapi ahli
terapi harus berhati-hati saat memberikan tugas untuk berlatih keterampilan
sosial yang baru di luar terapi, karena kegagalan dapat memperberat harga diri
pasien yang telah buruk. Terapi kelompok dapat membantu pasien mengerti efek
kepekaan mereka terhadap penolakan pada diri mereka sendiri dan orang lain.
Melatih ketegasan adalah bentuk terapi perilaku yang dapat mengajarkan pasien
untuk mengekspresikan kebutuhan mereka secara terbuka dan untuk meningkatkan
harga diri mereka.
b. Farmakoterapi. Beberapa
pasien tertolong oleh penghambat beta, seperti atenolol (Tenormin), untuk
mengatasi hiperaktivitas sistem saraf otonomik, yang cenderung tinggi pada
pasien dengan gangguan kepribadian menghindar, khususnya jika mereka menghadapi
situasi yang menakutkan.
9. Gangguan kepribadian
dependen
Orang dengan gangguan kepribadian
dependen, menempatkan kebutuhan mereka sendiri dibawah kebutuhan orang lain.
Meminta orang lain untuk mengambil tanggung jawab untuk masalah besar dalam
kehidupan mereka, tidak memiliki kepercayaan diri dan mungkin mengalami rasa
tidak nyaman yang kuat jika sedang sendirian lebih dari suatu periode yang
singkat. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria, dan
lebih sering terjadi pada anak yang lebih kecil jika dibandingkan yang lebih
tua. Gangguan kepribadian dependen ditandai oleh ketergantungan yang pervasif
dan perilaku patuh. Orang dengan gangguan ini tidak mampu untuk mengambil
keputusan tanpa nasehat dan pertimbangan yang banyak dari orang lain.
Pesimisme, keraguan diri, pasivitas, dan ketakutan untuk mengekspresikan
perasaan seksual dan agresif menandai perilaku gangguan kepribadian dependen
(Kaplan & Saddock, 1997 : 263-264).
Menurut teori psikodinamika,
gangguan ini timbul karena adanya regresi atau fiksasi pada masa oral karena
orang tua yang sangat melindungi atau orang tua yang mengabaikan kebutuhan
tergantung. Pendekatan kognitif-behavioral mengemukakan bahwa penyebabnya
adalah karena kurang asertif dan kecemasan dalam membuat keputusan (Martaniah,
1999 : 77).
Tritment yang dapat diberikan yaitu
(Kaplan & Saddock, 1997 : 265):
a. Psikoterapi. Terapi gangguan
kepribadian dependen seringkali berhasil, yaitu dengan proses
kognitif-behavioral, dengan menciptakan kemandirian pada pasien, melatih
ketegasan dan menumbuhkan rasa percaya diri. Terapi perilaku, terapi keluarga
dan terapi kelompok semuanya telah digunakan dengan keberhasilan pada banyak
kasus.
b. Farmakoterapi. Pasien yang
mengalami serangan panik atau memiliki tingkat kecemasan perpisahan yang tinggi
mungkin tertolong oleh imipramine (Tofranil). Benzodiazepine dan obat
serotonergik dapat berguna.
10. Gangguan kepribadian
obsesif-kompulsif
Gangguan kepribadian
obsesif-kompulsif ditandai oleh penyempitan emosional, ketertiban, kekerasan
hati, sikap keras kepala dan kebimbangan. Gangguan ini sering terjadi pada pria
dan sering pada anak tertua. Orang dengan gangguan kepribadian
obsesif-kompulsif memiliki keasyikan dengan keteraturan, kebersihan, perincian
dan pencapaian kesempurnaan. Biasanya orang tersebut resmi dan serius dan
seringkali tidak memiliki rasa humor. Mereka memaksakan aturan supaya diikuti
secara kaku dan tidak mampu untuk mentoleransi apa yang dirasakannya sebagai
pelanggaran. Karena takut mereka melakukan kesalahan, mereka mengalami
kebimbangan dan berpikir dalam waktu yang lama untuk mengambil suatu keputusan.
Orang dengan gangguan
obsesif-kompulsif dapat bekerja dengan baik dalam posisi yang membutuhkan
pekerjaan metodologis, deduktif atau terperinci. Tetapi mereka rentan terhadap
perubahan yang tidak diharapkan. Dilihat dari teori kognitif-behavioral, pasien
gangguan ini mempunyai perhatian yang tidak realistik mengenai perfeksitas dan
penolakan terhadap kesalahan. Kalau gagal dalam mencapai perfeksitas, ia
menganggap dirinya tidak berharga (Martaniah, 1999 : 79).
Tritment yang dapat diberikan yaitu
(Kaplan & Saddock, 1997 : 267):
a. Psikoterapi. Tidak seperti
gangguan kepribadian lainnya, pasien gangguan kepribadian obsesif-kompulsif
seringkali tahu bahwa mereka sakit dan mencari pengobatan atas kemauan sendiri.
Asosiasi bebas dan terapi yang tidak terlalu mengarahkan sangat dihargai oleh
pasien gangguan ini. Terapi kelompok dan terapi perilaku biasanya memberikan
manfaat tertentu. Pada kedua konteks, mudah untuk memutuskan pasien
ditengah-tengah interaksi atau penjelasan maladaptif mereka. Melengkapi
perilaku kebiasaan mereka mencegah meningkatkan kecemasan pasien dan
menyebabkan mereka mudah mempelajari strategi baru.
b. Farmakoterapi. Clonazepam
(Klonopin) adalah suatu benzodiazepine dengan antikonvulsan, pemakaian obat ini
untuk menurunkan gejala pada pasien dengan gangguan kepribadian
obsesif-kompulsif parah. Clomipramine (Anafranil) dan obat serotonergik
tertentu seperti fluoxetine mungkin berguna jika tanda dan gejala
obsesif-kompulsif timbul.
Selain gangguan kepribadian yang
telah disebutkan di atas, juga ada gangguan kepribadian yang tidak ditentukan
dimana dalam DSM IV dicadangkan untuk gangguan yang tidak memenuhi ke dalam
salah satu gangguan yang telah dijelaskan sebelumnya. Gangguan kepribadian yang
dimaksud adalah:
11. Gangguan kepribadian
pasif-agresif
Orang dengan gangguan kepribadian
pasif-agresif ditandai oleh obstruksionisme (senang menghalang-halangi), menunda-nunda,
sikap keras kepala dan tidak efisien. Perilaku tersebut adalah manifestasi dari
agresi yang mendasari, yang diekspresikan secara pasif. Pasien gangguan
kepribadian pasif-agresif secara karakteristik adalah suka menunda-nunda, tidak
menerima permintaan untuk kinerja yang optimal, tidak bersedia meminta maaf,
dan cenderung untuk mencari kesalahan pada diri orang lain walaupun pada orang
tempat mereka bergantung; tetapi mereka menolak untuk melepaskan mereka sendiri
dari hubungan ketergantungan. Mereka biasanya tidak memiliki ketegasan tentang
kebutuhan dan harapan mereka. Orang dengan gangguan ini tidak memiliki
kepercayaan pada diri sendiri dan biasanya pesimistik akan masa depan (Kaplan
& Saddock, 1997 : 268).
Mereka memendam rasa amarah dan permusushan
yang diekspresikan dengan cara tidak langsung tapi menggunakan cara yang
menyakitkan. Tidak sensitif terhadap kritik dan selalu menganggap dirinya
benar. Dari sudut kognitif-behavioral, pasif-agresif berkembang dari
kepercayaan bahwa ekspresi terbuka dan kemarahan adalah berbahaya. Menuntut
orang lain harus tahu apa yang diinginkan, tanpa ia memintanya (Martaniah 1999
: 79).
Tritment yang dapat diberikan yaitu
(Kaplan & Saddock, 1997 : 269):
a. Psikoterapi. Dapat dilakukan
dengan memberikan terapi supportif, untuk memunculkan motivasi pada diri
pasien. Ahli terapi harus menyatakan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi
sebagai akibat dari perilaku pasif-agresif yang mereka lakukan.
b. Farmakoterapi. Antidepresan
harus diresepkan jika indikasi klinis depresi dan kemungkina bunuh diri.
Beberapa pasien berespon terhadap benzodiazepine, psikostimulan, tergantung
pada keadaan klinis.
12. Gangguan kepribadian
depresif
Orang dengan gangguan kepribadian
depresif adalah orang yang pesimistik, anhedonik, terikat pada kewajiban,
meragukan diri sendiri dan tidak gembira secara kronis. Penyebab gangguan
kepribadian depresif tidak diketahui, tetapi faktor yang terlibat dalam
gangguan distimik dan gangguan depresif berat mungkin bekerja. Teori psikologis
melihat adanya kehilangan pada awal kehidupan, pengasuhan orang tua yang buruk,
superego yang menghukum, dan perasaan ekstrim.
Deskripsi klasik tentang kepribadian
depresif diajukan tahun 1963 oleh Arthur Noyes dan Laurence Kolb, “Mereka
merasakan kegembiraan kehidupan yang normal tapi hanya sedikit, dan cenderung
kesepian dan serius, bermuram durja, patuh, pesimistik dan rendah diri. Mereka
rentan untuk mengekspresikan penyesalan dan perasaan ketidakberdayaan dan putus
asa. Mereka seringkali teliti, perfeksionistik, sangat berhati-hati, asyik
dengan pekerjaan, merasa bertanggung jawab dengan tajam, dan mudah berkecil
hati di kondisi yang baru. Mereka ketakutan akan celaan, cenderung menderita
dalam kesepian dan kemungkinan mudah menangis, walaupun biasanya tidak di
hadapan orang lain. Suatu kecenderungan untuk merasa ragu-ragu, tidak dapat
mengambil keputusan dan berhati-hati menghianati perasaan ketidakamanan yang
melekat”.
H. Akiskal menggambarkan 7 kelompok
sifat depresif : (1) tenang introvert, pasif, tidak sombong; (2) bermuram
durja, pesimistik, serius, dan tidak dapat merasakan kegembiraan; (3)
mengkritik diri sendiri, menyalahkan diri sendiri, dan menghina diri sendiri;
(4) bersifat ragu-ragu, kritik orang lain, sukar untuk memaafkan; (5)
berhati-hati, bertanggung jawab dan disiplin diri; (6) memikirkan hal yang
sedih dan merasa cemas; (7) asyik dengan peristiwa negatif, perasaan tidak
berdaya dan kelemahan pribadi (Kaplan & Saddock, 1997 : 270).
Tritment yang dapat diberikan yaitu
(Kaplan & Saddock, 1997 : 270):
a. Psikoterapi. Terapi kognitif
membantu pasien mengerti manifestasi kognitif dari perasaan rendah diri dan
pesimisme mereka. Beberapa pasien mempunyai respon terhadap tindakan menolong
diri sendiri.
b. Farmakoterapi. Dengan
pemakaian antidepresan, khususnya obat sorotonergik tertentu seperti sertraline
(Zoloft).
13. Gangguan kepribadian
sadomasokistik
Gangguan ini bukan merupakan
diagnosis resmi dalam DSM IV atau spendiksnya, tetapi dapat didiagnosis sebagai
gangguan kepribadian yang tidak diklasifikasikan. Sadisme (berasal dari nama
seorang penulis di abad ke-18 yaitu Marquis de Sade, yang menulis tentang orang
yang mengalami kenikmatan seksual saat menyiksa orang lain) adalah keinginan
untuk menyebabkan rasa sakit pada orang lain baik secara penyiksaan seksual
atau fisik atau penyiksaan psikologi pada umumnya. Sigmund Freud percaya bahwa
pasien sadisme untuk mencegah kecemasan kastrasi dan mampu untuk melakukan
kepada orang lain apa yang mereka takutkan akan terjadi pada diri mereka.
Sedangkan masokisme (nama mengikuti
Leopold von Sacher-Masoch, seorang penulis novel yang berasal dari Austria abad
ke-19) adalah pencapaian pemuasan seksual dengan menyiksa diri sendiri. Pada
umumnya, yang dinamakan penderita masokisme moral mencari penghinaan dan
kegagalan, bukannya sakit fisik. Menurut Sigmund Freud, kemampuan penderita
masokisme untuk mencapai orgasme terganggu oleh kecemasan dan perasaan bersalah
tentang seks dan perasaan tersebut dihilangkan oleh penderitaan dan hukuman
pada diri mereka sendiri. Pengamatan klinis menyatakan bahwa elemen perilaku
sadisme dan masokisme biasanya ditemukan pada orang yang sama.
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
Psikoterapi. Terapi psikoanalisis
efektif pada beberapa kasus. Sebagai hasil terapi, pasien menjadi menyadari
bahwa kebutuhan menghukum diri sendiri adalah sekunder akibat perasaan bersalah
bawah sadar yang berlebihan dan juga menjadi mengenali impuls agresif mereka
yang terepressi, yang berasal dari masa anak-anak awal.
14. Gangguan kepribadian
sadistik
Gangguan kepribadian sadistik adalah
suatu tambahan yang kontroversial pada apendiks DSM III-R, dan tidak dimasukkan
di dalam DSM IV. Orang dengan gangguan kepribadian sadistik menunjukkan pola
kekejaman yang pervasif, merendahkan dan perilaku agresif, yang dimulai sejak
anak-anak awal dan diarahkan kepada orang lain. Orang dengan gangguan ini
kemungkinan menghina atau merendahkan orang lain dan biasanya telah mengancam
atau menghukum orang lain dengan kasar yang tidak lazimnya, terutama anak-anak.
Pada umumnya, orang dengan gangguan kepribadian sadistik merasa tertarik dengan
kekejaman, senjata, cidera, atau penyiksaan. Untuk dimasukkan dalam kategori
ini, orang tersebut tidak termotivasi semata-mata oleh keinginan untuk
mendapatkan rangsangan seksual dari perilaku mereka; jika termotivasi demikian,
parafilia dari sadisme seksual harus didiagnosis http://valmband.multiply.com/journal/item/